banner

Selasa, 05 Juni 2012

Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Hypothetical Lerning Trajectory terdiri dari tiga:
ü  Goal (Tujuan)
ü  Activity (Aktifitas)
ü  Hypothesis (Pemikiran siswa atau student thinking)

Materi: Perbandingan Trigonometri Segitiga Siku-Siku
1.      Goal                : Perbandingan Trigonometri Segitiga Siku-siku
Activity           :

Problem Solving


PROBLEM SOLVING



A. Sejarah Bapak Problem Solving

            Bapak problem solving adalah George Polya (1887 – 1985). Ia mengatakan bahwa apabila anda tidak dapat menyelesaikan problem, maka ada problem termudah yang tidak dapat anda selesaikan atau temukan (If you can’t solve a problem, then there is an easier problem you can’t solve or find it).
           
            George Polya adalah seorang matematikawan generalis. Polya layak disebut matematikawan paling berpengaruh pada abad 20. Riset mendasar yang dilakukan pada bidang analisis kompleks, fisika matematikal, teori probabilitas, geometri dan kombinatorik banyak memberi sumbangsih bagi perkembangan matematika. Sebagai seorang guru yang piawai, minat mengajar dan antusiasme tinggi tidak pernah hilang sampai akhir hayatnya.

            Semasa di Zurich-pun, karya-karya di bidang matematika sangat beragam dan produktif. Tahun 1918, mengarang makalah tentang deret, teori bilangan, sistem voting dan kombinatorik. Tahun berikutnya, menambah dengan topik-topik seperti astronomi dan probabilitas. Meskipun pikiran sepenuhnya ditumpahkan untuk topik-topik di atas, namun Polya mampu membuat hasil mengesankan pada fungsi-fungsi integral.

Realistic Mathematic Education (RME)


Realistic Mathematic Education (RME)

            Matematika realistik pada dasarnya adalah pola belajar yang memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran Matematika sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran Matematika secara lebih baik. Seperti halnya paradigma baru tentang belajar, pembelajaran Matematika realistik juga diperlukan upaya mengaktifkan siswa.
            Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara (1) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar dan (2) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Pembelajaran Matematika realistik lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa, lingkungan siswa dan bahan ajar yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat menghubungkan konsep Matematika dalam situasi dunia nyata. Peran guru lebih bersifat sebagai motivator dan fasilitator proses belajar bukan sebagai pengajar atau transformer pengetahuan. Hal ini berarti materi Matematika disajikan kepada siswa berupa suatu “proses” bukan sebagai barang jadi.
            Dalam pelaksanaannya, pembelajaran Matematika Realistik menganut lima prinsip utama yaitu: (1) penggunaan konteks senagai sumber belajar dalam menemukan ide Matematika dan secara bersamaan menerapkan ide tersebut, (2) menggunakan model produksi dan konstruksi siswa, (3) menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak bermakna, prosedur rutin dan bekerja secara indivisual, (4) siswa bukan penerima informasi tetapi subyek aktif dalam menemukan kembali,dan (5) menggunakan teori belajar yang relevan dan terkait.